Jumat, 26 Desember 2014

Amortentia


Amortentia...


Pernah mendengar nama itu, tidak? Kalau kamu pernah nonton Harry Potter and The Half Blood Prince, kamu pasti tahu. 

Amortentia itu sejenis ramuan cinta terkuat di dunia sihir JK. Rowling. Ramuan ini pernah digunakan Romilda Vane untuk memikat hati Harry Potter. Melalui sekotak coklat yang telah dibubuhi amortentia, Romilda bermaksud memantrai Harry. Tapi sayangnya coklat itu masuk ke mulut yang salah. Ron Weasley lah yang memakannya. Praktis, Ron pun mendadak jatuh cinta pada Romilda yang sama sekali tidak dikenalnya. Dengan pandangan menerawang dan senyum yang terus menerus mengembang, Ron menyebut-nyebut nama Romilda.



Kira-kira begitulah wajah konyol Ron ketika dia sedang 'mabuk'. Harry yang menemukan sahabat karibnya tengah berpose demikian aneh sedikit menaruh curiga. 
"Harry, aku rasa aku sedang jatuh cinta," kata Ron pada Harry yang baru saja membuka pintu kamar.
"Oh ya, kepada siapa?" 
"Romilda Vane," kata Ron mantap.
"Romilda? Kau pernah bertemu dengannya,"
"Tidak pernah. Bisakah kau mengenalkannya padaku?" 

Hiyahaha...sebuah cerita jatuh cinta yang humm...sungguh tidak logis. Sebenarnya amortentia itu tidak bisa menimbulkan perasaan cinta yang sebenarnya, sih.. Ia hanya mampu menciptakan obsesi yang kuat bagi para peminumnya. Untuk mempertahankan efeknya, maka ramuan itu harus terus menerus diberikan.

Euh..euh...percuma yee.. cintanya cuma karbitan

26122014


Jumat, 28 November 2014

Miracle


I just have a big hope
And I need Your Big Miracle


Grant Me Strength

 

I trust You
You will give me a rainbow after this storm


Kamis, 27 November 2014

Remove 'im'


It took a lot of wonders to remove the word "im"

63 hari
atau 1524 jam
atau 90.720 menit
atau 5.443.200 detik lagi saya harus menyerahkan enam bundel revisi tesis ke loket 1. Jika tidak, 7 Maret 2014 tidak akan ada perayaan wisuda.

Itu artinya, saya harus melaksanakan ujian tesis paling lambat akhir Desember, dan merevisinya selama Januari. Sedangkan saat ini saya masih ngalor-ngidur berburu tandatangan untuk pengesahan proposal saya.

27112014
Galau

Senin, 10 November 2014

Tadzkirotul Maut


Sore ini saya membatalkan agenda menjemput revisi makalah komprehensif di pembimbing. Memutarbalik Beat merah saya menuju ke arah timur, ke kota kecil tempat kelahiran saya, Kraksaan. Pesan duka yang dikirim adik perempuan saya membuat saya begitu terkejut. Pagi tadi, teman masa kecil saya kehilangan orang yang dicintainya.

Saya memeluknya. Meski tak mampu menyembuhkan luka kehilangan, setidaknya ia tahu bahwa saya 'ada'. Kami baru bertemu seminggu yang lalu. Pertemuan pertama sejak kepulangannya berpetualang di Pegunungan Bintang, Papua. Betapa menyenangkannya mendengar detil cerita pengalamannya di pedalaman itu. Namun, di pertemuan kedua ini, kami bertemu dalam nuansa yang berbeda. 

Dia benar-benar tak bisa menyembunyikan raut sedihnya. Tatapan matanya begitu kosong. Suaranya lirih dan bergetar. Senyum sesekali menghiasi bibirnya, namun hanya formalitas saja. Saya diam, pun juga dia. Percakapan kami tak selancar biasanya. Ada ruang beku yang membatasi kami. Saya hanya memperhatikannya, mencoba membaca dirinya. Sepertinya ada sesuatu yang ingin dia ceritakan, hanya saja dia terlalu takut untuk sekedar menangis.
"Menangislah, karena itu akan melegakan," dia hanya membalas ucapan saya dengan senyuman. Tisu yang digenggamnya sudah lusuh, tak berbentuk. Sesekali ia menyeka matanya yang basah. Setiap kali ada yang datang, setiap kali ada yang bertanya perihal kehilangan itu, maka bola matanya akan kembali membasah. Saya tahu perasaan itu. Saya pun pernah merasakannya. Bahkan untuk ukuran orang yang belum pernah hadir di dunia sekalipun, saya bisa menangis tersedu. 
"Saya menyesal, karena tak sempat melihat ayah di detik-detik terakhirnya," ujarnya, dengan suara bergetar. Jika dilanjutkan sedikit saja, saya yakin dia bisa menangis bombay. Saya tidak tahu harus menjawab apa. Saya memilih diam, menepuki pundak dan menggenggam tangannya. 

Kawan, bersabarlah...
Segalanya berputar atas ijin-Nya. Berjalan sesuai kehendak-Nya. Pun, dengan duka ini, Dia tentu telah menuliskannya. Tak seorang pun yang mampu merubahnya. Semoga engkau lekas menemukan hikmah dari setiap ujian-Nya. Amien...
Allahummaghfirlahu warhamhu wa 'afihi wa'fu 'anhu..

10112014

a note for Ecy 

Jumat, 31 Oktober 2014

Keep it


Saya jenuh, keluh saya siang ini. Entah sudah berapa juta kali kata-kata negatif penggembos semangat itu keluar dari mulut saya. 

Saya seperti kayu lapuk yang terbawa arus air. Hanyut kesana kemari, tanpa arah. Keadaan membawa saya pada perasaan optimis-pesimis yang datang silih berganti. Kalau saya menyerah, maka segalanya akan berakhir di sini. Sialnya, saya tak sekalipun berpikir untuk menyerah. Tetapi jujur, saya sudah berada di ambang krisis kesabaran. 

..........................
akhir oktober

Kamis, 30 Oktober 2014

Let it Go


Marahlah, ketika lelahmu tak dihargai

Siang itu saya terduduk lesu. Dua buah trophy kemenangan perlombaan yang digelar pagi tadi tak cukup untuk sekedar mengembangkan senyum saya. Hampir menangis karena sebuah drama alay yang terjadi di beberapa menit yang lalu, salah seorang rekan senior membentak-bentak saya di depan umum. Yang lainnya memilih untuk mendukungnya daripada saya. Dan seperti biasa, saya diam saja.

Saya memang salah, karena lupa berkoordinasi. Tapi yang saya jengkelkan, kenapa harus memarahi saya sampai seperti itu? tidak bisakah menyampaikannya secara baik-baik? bukankah nasihat akan lebih bisa diterima jika cara menyampaikannya juga baik?

Dia tidak tahu, lelah yang saya derita. Menjadi panitia sekaligus koordinator tim pengisi acara itu cukup menguras tenaga dan pikir saya. Seminggu kemarin saya sampai tak sempat mengerjakan revisi makalah komprehensif karena saking lelahnya. Saya hanya butuh penguatan dari mereka atas apa yang telah saya lakukan untuk lembaga. Tapi apa yang saya dapat? Mereka pergi sebelum kejuaraan itu diumumkan. Membiarkan saya menenteng sendiri trophy itu. Ah, seandainya saja mereka mampu berpikir dari perspektif saya.

Hari ini saya melayangkan surat ijin ke lembaga. Mengerjakan tugas akhir kuliah menjadi alasan pelampiasan kemarahan saya.

3010214 06.25 WIB
just let it go

Minggu, 26 Oktober 2014

My Truly Passion


Saya sudah berjalan sejauh ini. Di setapak jalan yang berbeda nol koma sekian derajat dari yang sebelumnya saya inginkan. Semakin saya melangkah, maka besaran derajat itu semakin besar dan semakin menjauhkan saya dari tujuan sebelumnya

Menggambar, salah satu hal yang sangat saya suka. Saya masih ingat hasil gambar pertama yang mampu meyakinkan saya bahwa diri saya berbakat. Ketika itu saya masih duduk di kelas 6 sekolah dasar. Iseng-iseng saya menggambar karakter kartun Winnie The Pooh yang terdapat pada tas kotak-kotak yang biasa saya gunakan untuk tempat mukena. Dan hasilnya, mengagumkan. Baru kali itu saya mencoba membuat gambar berbeda. Sebelumnya, buku gambar saya hanya berisi sketsa dua gunung dengan jalan tengah yang membelah areal persawahan. Saya sendiri bahkan tak menyangka jika saya bisa menggambar dengan sedemikian bagusnya. Sejak saat itulah saya mulai percaya diri dengan bakat saya yang satu ini.

Minggu, 19 Oktober 2014

Selamat Ulang Tahun


Hari ini adalah harimu. Hari yang engkau tunggu-tunggu di setiap tahunnya. Meski tak ada nyala lilin sebagai perayaan, saya tahu engkau tengah berbahagia. Saya tidak tahu apa yang sepantasnya saya berikan sebagai kado di pergantian tahun usiamu ini. Kamu lebih dari sekedar biasa untuk kado yang biasa-biasa saja.

Sebaris ucapan selamat dan rangkai doa yang saya kirimkan melalui udara, rasanya tak cukup mengganti setiap senyum yang selalu kamu hadirkan untuk saya.
"Tak perlu bingung, saya tidak butuh kue tart atau apapun," katamu, seakan membaca saya seluruhnya.

"Bacakan saja satu surat dari Al-Qur'an, khusus untuk saya. Itu akan lebih membahagiakan," lanjutmu.

Saya tersenyum membacanya. Kamu meniru cara saya kah? Sebab saya juga sering meminta kado yang demikian itu pada sahabat-sahabat saya... 

18 Oktober 2014
satu hal lagi yang mirip dari kita

Senin, 22 September 2014

Namamu Cinta

"Bu, ini caranya gimana?" anak perempuan berambut ikal itu menyodorkan soal matematika pada saya.
"Mana, sih? Coba lihat" saya menyambar buku di tangannya.
"Halah...gampang itu. Masak gak bisa?" tanya saya padanya.
"Ahhh....ajaaaarriiii," rajuknya, manja.
"Oke...oke..." aku mengiyakan.
"Hehe...makasih," ujarnya sembari memeluk saya. Senyum saya seketika mengembang. Detik berikutnya saya pun menerangkan. Dia mendengarkan dengan begitu seriusnya. Sebentar-sebentar saya memberinya feedback, meskipun agak lama tetapi ia bisa menyelesaikannya.

Cinta, begitulah saya memangggil anak manis berambut ikal itu. Beberapa bulan terakhir ini dia sering mengunjungi tempat kos saya. Terkadang untuk mengerjakan PR atau sekedar mengobrol dan menghabiskan waktu.

Ini si Cinta (tengah)

Cinta bukanlah anak yang ber-IQ super. Dia tergolong sedikit lambat dalam memahami suatu teori. Saya perlu menjelaskan berulang kali sebelum dia benar-benar mengangguk mengerti. Meskipun demikian, dia memiliki minat belajar yang luar biasa. Dia begitu gigih berikhtiar dalam memahami sebuah materi pelajaran. Salut..!

Beberapa hari yang lalu ia baru saja mengikuti lomba drum band yang digelar oleh pemkot. Saya baru mengetahui jika Cinta lah yang menjadi mayoretnya. Wuahh..sebuah kejutan bagi saya. Dia nampak cantik dalam balutan busana bling-bling berwarna biru, rok selutut, dan high heels setinggi 5 cm. Tampilan yang nampak lebih dewasa dari usianya.
"Eh, rambutmu kok bisa begini, Cin?" saya mengutak-atik rambutnya yang tergulung seperti egg roll.
"Hehehe....ini semaleman di gulung2, Bu. Tapi cantik kan?" dia mulai mencari pengakuan.
"Gak cantik," ucap saya datar.
"Yaaaahh...." bibirnya monyong seketika.
"Tapi cantik banget, hehehe.." ujar saya sembari tersenyum.
"Aaahhh...Bu Riya godain aku terus. Bu, doakan supaya nanti aku nggak ndredeg, ya.." pintanya.
"Iya, sayang...semangat yah.." saya menepuk-nepuk pundaknya. Sejurus kemudian dia berlalu dari hadapan saya, bergegas membentuk formasi di tengah lapangan. The show will be begin.  

Senin, 08 September 2014

Bersabarlah....


Saya ingin hari itu bahagia tanpa beban, kak...
Sabar ya...


-dek


Dhuha


Pagi itu....
Di sepinya kantor pemerintah daerah yang gerbangnya baru saja dibuka oleh penjaga. Segarnya aroma tanah yang diguyur air pun masih terasa. Pagi itu, 07.00 WIB, beberapa pegawai mulai berseliweran. Ada yang tengah memarkirkan roda dua, ada pula yang saling berjabat tangan dan berucap selamat pagi.

Sedangkan saya tengah duduk manis di serambi musholla kantor pemerintah itu. Sendiri, sembari mengamati kesibukan kantor yang mulai menggeliat. Saya, yang katanya diterima sebagai ‘pegawai baru’ di tempat itu hadir untuk menghadiri training pertamanya. Meninggalkan tugas akhir magister saya yang sebenarnya sudah menagih untuk segera dirampungkan.

First Meet

Di deretan kursi shaf pertama...
Di kiri saya duduk empat orang perempuan yang baru saja saya jumpai hari ini. Di kanan saya masih ada satu kursi kosong yang tak diminati.
“Permisi, saya boleh duduk di sini, Mbak?” tanyamu, menunjuk kursi kosong di sebelah saya ketika itu.
“Oh, silahkan,” jawab saya tanpa pikir panjang.
Beberapa menit setelah itu tak ada percakapan di antara kita. Saya hanya mendengar gelak tawamu di sela-sela suara sekretaris daerah yang tengah memberikan pengarahan itu.
”Mbak dari mana?” tanyamu setelah berpuluh menit kemudian.
“Saya dari kabupaten, Mas”
“Hmm...berapa menit jarak tempuhnya dari sini?” tanyanya lagi.
“Yaa...sekitar 45 menitan, lah,”
“Ooo....sama dong, saya juga 45 menitan dari rumah,”
“Oya?” tanya saya, singkat.
“He’em...tapi bedanya, saya dari barat dan pean dari timur,” jelasmu, tersenyum.
Sejurus kemudian, kita lalu tersenyum bersamaan. Detik selanjutnya kembali hening, tak ada percakapan lagi. Kita pun kembali fokus pada perhatian awal.

Bagi saya ketika itu kamu tak lebih dari seorang pemain figuran yang sekedar numpang lewat dalam salah satu scene hidup saya. Tak lebih dari seorang teman bicara di sebuah forum baru dengan orang-orang yang sama-sama berstatus ‘baru’. Saya pun tak ingin banyak berbasa-basi denganmu. Tapi entah, ada reaksi yang berbeda dengan ruhani saya. Serasa bertemu dengan teman lama yang telah dikenal bertahun-tahun. Begitu nyaman....

Saya meyakininya, itu sebuah kode rahasia dari-Nya...

first page on our storybook

Jumat, 05 September 2014

Move On


Luka itu inspirasi, kata seseorang...

Saya merasakan patahan itu lagi. Mendengar bahwa kamu akan segera menemui cintamu. Ah, mengapa saya begini? Bukankah seharusnya saya bahagia? sebab engkau tengah berbahagia...

Saya tak mengenalmu secara utuh. Kamu adalah serpihan mozaik yang saya beri nama cinta. Tak lama setelah saya meyakininya, saya justru bergegas ingin melepasnya. Saya bisa merasakan...bahwa binar di matamu itu tak tertuju pada saya. Karena itulah saya tidak ingin jatuh terlalu dalam. 

25.920.000 detik sejak saya memutuskan untuk pergi, tapi nyatanya saya belum sepenuhnya bisa menghapus warna itu. Ia masih membekas di sana. Dan saya selalu dapat melihatnya setiap kali saya bertemu denganmu. 

move, quickly...

Rabu, 03 September 2014

To Be With You



You know all the things I've said
You know all the things that we have doneAnd things I gave to youThere's a chance for me to sayHow precious you are in my lifeAnd you know that it's true

To be with you is all that I needCause with you, my life seems brighter and these are all the thingsI wanna say...

I will fly into your armsAnd be with youTill the end of time...................................

Ten 2 Five - I Will Fly


Minggu, 31 Agustus 2014

Menjatuhkan Pilihan...

Ketika sudah menjatuhkan pilihan...
Lama saya menunggu hari itu. Menunggu teman baru yang sejak beberapa tahun lalu saya rindukan. Semoga itu kamu, yang akan menjadi teman setia saya mentadabburi ciptaan-Nya. Semoga itu kamu, yang akan membuat segalanya lebih bermakna. 

Sabar ya, teman.. kita ketemu bulan November tahun ini. Bi idznilllah, insya Allah...

-makin malam, postingan makin aneh

Sabtu, 30 Agustus 2014

Abah


Satu waktu...
Aula tengah pondok begitu pikuk dengan manusia. Beberapa menit yang lalu seminar tentang kewirausahaan baru rampung digelar. Panitia yang tergabung dalam Badan Eksekutif Santri sedang sibuk membongkar tatanan dekorasi. Beberapa santri lainnya sibuk ber-selfie ria mengabadikan diri pada momen kegiatan yang sebenarnya sudah berakhir itu. Saya, santri non-panitia berusaha menyingkirkan diri dari keramaiannya. Saya ayunkan langkah menuju ruang koperasi, setidaknya saya bisa istirahat sebentar di sana sembari menunggu panitia selesai membereskan semuanya.

Belum sampai di tempat yang dituju, langkah saya tercekat. Mata saya tak berkedip melihat pemandangan di depan saya. Beberapa meter di depan saya berdiri, saya melihat orang nomor satu di pondok ini tengah bersujud di atas selembar selimut kumal. Selimut yang biasanya digunakan teman-teman untuk alas setrika. Beliau tengah shalat ashar. Tepatnya di lorong depan kamar santri yang kanan kirinya penuh dengan barang-barang perlengkapan seminar tadi. Saya masih memandanginya dengan perasaan penuh haru. Teman-teman berjubel di belakang saya, agak tak percaya dengan apa yang mereka lihat.

"Kok gak kamu kasih sajadah, sih?" kata teman saya.
"Saya gak tahu kapan beliau masuk, tahu-tahu beliau sudah sholat," jawab yang lain.
"Ya Allah....Abah....," sahut yang lain.

Saya hampir menangis ketika itu. Menyadari betapa sederhananya kyai saya yang satu ini. Bahkan untuk hal seistimewa shalat pun beliau tak ingin merepotkan santri yang sebenarnya sangat bersedia untuk direpoti. 

30082014 23.55 WIB
-lahumul fatihah...kangen dawuhipun panjenengan, Abah..

Jumat, 29 Agustus 2014

How Are You?


Sesuatu yang tak logis. Saya pun sakit, jika kamu sakit. Ada kekhawatiran yang luar biasa. Ada rindu yang meledak tiba-tiba. Saya ingin berada di sana, menggenggam tanganmu, dan berkata, "Kamu akan segera pulih. Percayalah..."

-when you sick

Kamis, 28 Agustus 2014

Selasa, 26 Agustus 2014

Re


Saya tahu. Saya bahkan sangat tahu. Bahwa saya sedang tak menjadi diri sendiri. Semua keluh kesah saya atas hidup karena saya tak ikhlas dengan apa yang terjadi. Saya tidak ikhlas diri saya menjadi seperti ini. Saya merasa bersembunyi di balik sebuah potret 'kelaziman' yang dipandang baik oleh kacamata kebanyakan orang.

Saya pun tahu, hal apa yang paling bisa membuat saya berbunga-bunga ketika melakukannya. Sesuatu yang mampu saya berikan secara cuma-cuma pada orang lain tanpa kompensansi apapun. Paling mahal, mereka menukarnya dengan sebentuk senyuman dan ucapan terima kasih. Itu saja, sudah bisa membuat saya bahagia setengah mati. 

Membuang waktu? Tentu tidak. Apa yang telah digariskan-Nya tak pernah ada yang sia-sia. Hanya saja saya masih dalam perjalanan memahami pesan-Nya, yaitu sebuah hikmah yang mengiringi setiap kebijakan-Nya.

Teman, kita punya kepala yang berbeda. Isi otaknya pun berbeda. Kita punya paradigma dan cara masing-masing dalam menjalani hidup yang rumit ini. Tak perlu kesal dengan cara saya yang tak kau sukai. Bukankah kau itu penganut paham pluralis?


Sebuah Profesi


Saya tak pernah melihatmu sebahagia itu, Bunda... 
Dua puluh tiga tahun bersamamu, baru kali itu saya melihatmu tersenyum lepas. Ada luapan syukur yang tak terbatas. Saya pun bahagia. Bukan atas apa yang telah saya dapatkan. Tetapi lebih karena bahagia yang Bunda rasakan.

Bunda, tahukah?
Saya sebenarnya tak ingin seperti ini. Saya tak ingin seterikat ini. Entahlah....engkau boleh mengatakan saya anak yang aneh. Dikala banyak orang mencari-cari apa yang tengah berada dalam genggaman saya, saya justru ingin melepaskannya. 

Bunda...
Cukup lama saya berpikir. Meredam perasaan berontak di hati saya. Apa yang hendak Tuhan sampaikan pada saya melalui garis takdir ini?

Akhirnya saya sampai pada sebuah kesimpulan dari beberapa presmis positif dan negatif saya pada Tuhan. Bunda...saya akan bertahan. Demi sebentuk senyum di wajahmu. Inilah baktiku pada Bunda dan negeri ini...

26082014 17.08 WIB
di gelapnya kamarku

Senin, 25 Agustus 2014

Di Depan Layar


Foto itu diambil ketika Malam Inagurasi Diklat Prajabatan Golongan III lingkup Pemprov Jawa Timur yang digelar di Islamic Center Surabaya pertengahan Juni lalu. Tiga hari sebelum hari pengambilan foto itu, secara mendadak, saya didaulat untuk melantunkan tilawah Al-Quran di upacara pembukaannya. Shock, pastinya!

Old Dream


Poin ketiga pada catatan di malam ke-22 saya...
"Saya ingin memiliki sebuah kamera pocket"

Sudah lewat 63.072.000 detik sejak saya menuliskan ingin itu. Tetapi belum terealisasi. Barang imut itu belum juga saya genggam. Bukan Tuhan yang tidak mendengar, tetapi karena saya lah yang kurang berusaha. Pernah saya mengumpulkan pundi-pundi rupiah untuk itu, tetapi setelah terkumpul saya malah menggunakannya untuk hal lain yang lebih mendesak.

Hmmm....


Rabu, 20 Agustus 2014

Unableness

Petang tadi ponsel saya berdering. Sebuah nama berkedip-kedip di layar, nama yang paling saya ta'dzimi. Ayah. Saya tekan tombol hijau tanpa ragu. Menyambut suara di seberang dengan antusias. Salam saya di balas nada alto. Itu suara Ibu. 

"Tabunganmu ada berapa?" tanya Ibu setelah beberapa menit berbasa-basi. Siang tadi saya mengirim pesan, meminta ayah untuk mentransfer sejumlah uang yang akan saya gunakan untuk membayar biaya kuliah saya.
"Hanya cukup untuk membayar separuh dari SPP saya, Bu,"
"Gimana, ya..." suara Ibu terdengar bingung. Ada jeda di antara ucapan berikutnya. Itu menandakan Ibu tengah bimbang. Saya hafal itu.
"Kenapa, Bu? uangnya gak ada ya?" saya berspekulasi.
"Hmmm.....yak apa, ya.." kalimat itu semakin menunjukkan kebingungannya.
"Ibu gak ada uang, kah?" tanya saya lagi
"Sepertinya tabungan kemarin masih sangat cukup?" ucap saya lagi.
"Hm, sudah habis semua,"
"Lho? kok bisa? di buat apa?" saya kaget sekaligus khawatir. Ibu terdiam sejenak. 
"Ibu buat ngredit rumah di kota. Buat kamu besok-besok,"
Ucapannya membuat saya menarik napas panjang. Saya diam. Memikirkan sisa gaji ayah setelah ini. Saya tidak tega.
"Apa tidak bisa dibatalkan?" kata saya, lirih.
"Tidak bisa. Surat-suratnya sudah dikirimkan, uang mukanya juga sudah dibayarkan dan insyAllah bulan depan gaji Ayah sudah dipotong," 
Saya kembali diam. Ada jarak yang tiba-tiba membuat pembicaraan semakin beku. 
"Kamu gak seneng tah, nak?" tanya Ibu.
Saya masih diam. Ibu memanggil-manggil saya beberapa kali. Saya tak menjawab. 

Minggu, 17 Agustus 2014

Jenuh


Saya sudah mengatakannya. Bahkan berulang kali. Tidakkah kamu mengerti? 

Saya butuh jeda. Membuat hp saya berdering sepanjang waktu bukan pilihan yang bagus untuk membuat saya jatuh cinta. Hal itu justru membuat saya ingin memblokir nomormu. Jenuh. 

Saya butuh ruang untuk diri saya sendiri. Ruang di mana tak ada siapa pun di sana. Hanya saya dan Dia yang tahu. Saya tak mengijinkan siapapun masuk ke sana, termasuk kamu.

Bersabarlah... Karena saya tengah belajar memahamimu. Saya butuh ribuan menit untuk itu. Tak bisa se-instan yang kamu bayangkan. 

Saya juga pernah jatuh cinta, mungkin seperti itu pula lah yang kamu rasa. Tapi...jangan karena cintamu kamu mengabaikan kondisi hati saya.

Sekali lagi, mengertilah........

17082014

Minggu, 10 Agustus 2014

Got Engaged


03.48 WIB
Pagi ini, saya terbangun dengan hati berdebar. Lima jam sebelum kamu kesini saya sudah bedebar sehebat ini. Semakin detiknya berkurang, debaran itu semakin terasa. Pagi ini, di hari ke-163 setelah perjumpaan pertama kita dahulu, kamu akan datang meminang saya. 

Senin, 04 Agustus 2014

Maaf ya, Kak...


Kak, sebesar apapun maaf kudapatkan, tidak akan mampu menyembuhkan luka itu. Sekalipun telah mengering, tetap saja ia akan membekas di sana. Dan setiap kali engkau melihatnya, seketika itu juga kau akan teringat pada sakitnya.

Ini aku kak... Yang egois dan kekanak-kanakan. Egoisku melebihi definisi egois yang kau sandangkan pada dirimu. Memaksamu untuk terus berada di tempat yang sama, tanpa mempedulikan apakah kau masih ingin berada di sana. Menahan langkahmu untuk tak pergi setelah menyakitimu seperti ini.

Kak, jika memang tidak pantas aku menerima maafmu, tak mengapa... Mungkin memang itu balasan untukku. Kau juga tidak perlu berusaha keras untuk melupakan sakit itu. 

04082014 22:31 WIB
Tiga hari ini saya benar-benar kehilangan mood

Aku dan Ibuku


Ibu, apa kabar? Anak sulungmu ini datang menjenguk. Maaf, karena lama tak kemari. Saya terlalu sibuk dengan pekerjaan baru saya di kota. Belum lagi tugas akhir saya yang harus segera saya rampungkan. Saya merindukanmu, Bu. Apakah Ibu juga merindukan saya? Ah, tak usah saya tanya pun kerinduan itu sudah tampak di binar matamu.

Ibu, saya bawakan sekeranjang buah apel kesukaan Ibu. Sebelum kemari saya mampir di supermarket. Lihatlah Bu, anakmu ini membelinya dengan uang gaji pertamanya. Suka, kah? Lain kali akan saya bawakan yang lebih banyak lagi. Akan saya belikan juga makanan-makanan kesukaan Ibu yang lain. Saya tahu, Bu, sebenarnya bukan hal-hal itu yang Ibu inginkan.

Ibu, apa kabar? Saya datang lagi. Tapi kali ini saya tidak sendiri. Saya bersama seseorang. Iya, dia yang sedang membuka helm itu. Perkenalkan Bu, dia teman kerja saya. Dia bilang ingin bertemu dengan Ibu. Tanyakan saja apa maksudnya datang kemari. Saya pikir Ibu sudah mengerti. Karena sebelumnya saya tak pernah pulang bersama dengan seorang lelaki. Bu, setelah dia pulang nanti, katakan pada saya apa pendapat Ibu tentangnya. Jika Ibu mengijinkan, maka saya akan belajar untuk mulai menyukainya.

Your Grey


Selamat malam, teman...
Ah, bolehkah saya menyebutmu ‘teman’? Mmm...mungkin saja kamu akan mengijinkannya. Kita memang tak dekat. Saya hanya mengenalmu melalui teman saya. Ya, teman saya yang saat ini begitu merindukan surat udara darimu. Saya tidak menyangka dia akan sejatuh itu. Padahal dulunya ia sempat menolak buah apel yang kamu berikan.

Tahukah, teman?
Saya sempat menaruh cemburu yang teramat sangat kepadamu. Saya juga sempat kehilangan mood saya ketika melihat wajahmu. Dan, saya juga pernah menangis karenamu. Tahukah mengapa? Karena ketika itu kamu sedang menyukai teman saya. Sifat manusia saya mengatakan, bisa jadi suatu saat nanti kamu akan pergi membawanya, dan praktis saya pun akan kehilangan dia.

Smile


Jangan tersenyum....
Waktu serasa menahan detakannya
saat kamu tersenyum pada saya
Saya jadi tertunduk
Beristighfar...

30 Juli 2014 13:38 WIB


Proposal Kedua


Tuhanku...
Terima kasih telah membaca proposal yang sejak beberapa tahun lalu kuajukan kepada-Mu. Aku tahu janji-Mu adalah benar. Ud’uuny fastajib lakum. Karena itulah aku tak pernah berhenti merangkai pintaku pada-Mu.

Tuhanku...
Hari itu Kau memenuhinya. Mengabulkan doa-doa yang pernah kulayangkan pada-Mu. Menghadirkan dia yang kini terseyum lepas di hadapanku. Yang tanpa ragu memberikan segenap percayanya kepadaku.

Tuhanku...
Dia itu...seperti apa yang sering kusebut dalam doa-doaku dahulu. Dia yang begitu mencintai-Mu, dan juga mencintai Kekasih-Mu. Dia seorang pekerja keras dengan mimpi-mimpi hidup yang luar biasa. Dia analis, pemikir kritis, dan pencetus ide-ide unik yang kadang juga aneh. Dia...sosok 95% dalam proposal jodohku.

Tuhanku...
Suatu saat nanti...aku ingin dapat berjalan beriringan dengannya dan mengamit lengannya. Kelak, aku ingin anak-anakku memanggilnya dengan sebutan ayah. Dan, Tuhan...kuharap tak hanya di kehidupan fana ini, tetapi hingga dapat berjumpa dan memandang wajah-Mu di sana.

Tuhanku...
Uraikanlah Kun-Mu...


3 Syawal 1345 H / 30 Juli 2014 12:57 WIB

Minggu, 20 Juli 2014

Selamat Malam Untukmu


Selamat malam...
Semoga kamu tak memimpikan saya malam ini. Saya khawatir rindumu akan meledak seperti balon yang kebanyakan nitrogen.

Kamu, tiba-tiba datang secara misterius seperti alien yang mau menculik saya dengan sinar biru dari UFO-mu. Sampai detik ini pun saya masih heran, bagaimana kamu bisa jatuh sedalam itu? Merajut rasa itu sendirian tanpa satu orang pun yang tahu. Menahan sesaknya rindu yang rajin menemuimu sepanjang waktu.

Sampai saat ini pun saya masih bingung. Apa yang membawamu datang pada manusia seburuk saya? Saya tak punya apapun yang bisa dikatakan istimewa untuk kamu kagumi. Sebaliknya, kamu terlalu mengagumkan untuk manusia seperti saya. Kamu manusia logis yang kritis. Saya acungi empat jempol untuk kelebihanmu itu. Daya analisis yang kamu miliki sungguh luar biasa. Tapi saya tak melihat itu semua ketika kamu dihadapan saya. Kamu tiba-tiba berubah menjadi manusia super lugu. Saya melihat perbedaan itu dan saya jadi senyum-senyum sendiri setip kali mengingatnya.

Kalau saya perhatikan, kamu itu sepertinya bergolongan darah A, ya? Kamu seringkali terlalu khawatir dengan sesuatu yang akan kamu hadapi. Memikirkan segalanya begitu terperinci. Atau mungkin kamu itu bergolongan darah O ya? Karena kamu begitu posesif. Sampai-sampai saya geregetan karena terus-menerus kamu penjara dalam percakapan telepon. Ah, entahlah. Beritahu saya nanti setelah kamu tes golongan darah. Hehe...

Sudah ya, saya mulai mengantuk. Saya mau menyusulmu ke alam mimpi. Doa saya malam ini, semoga Dia menjodohkan kita dunia akhirat. 


19072014 23:24 wib

Senin, 07 Juli 2014

Meet


Lama sekali tak bersua. Sepertinya sudah lebih dari 5 putaran purnama? Dua setengah hari yang kucuri dari waktu-waktu sibukku belum sempurna menyembuhkan rindu. Bahkan sudut-sudut ruangan di gudang ceritaku juga belum sempat kau tengok. Tapi tak mengapa, bisa melihat senyum standarmu saja sudah melegakan. Terima kasih sudah bersedia menemuiku, teman..

Kraksaan, 6 juli 2014 21:57 wib

I still missing you

Jumat, 06 Juni 2014

Tidak Perlu Tergesa, kok...



Menikah...
Memikirkannya saja membuat saya serasa berada di balik sebuah pintu besar, yang ketika diputar kenop pintunya saya akan menemukan dunia baru. Sebuah dunia dimana genggam tangan ayah nantinya akan tergantikan dengan orang lain. Seseorang yang mungkin baru saja saya kenal. Seseorang yang sama sekali tak memiliki hubungan darah dengan saya, tetapi begitu rela berkorban untuk saya.

Keinginan untuk menapaki setapak jalan baru itu memang telah terkonstruksi dalam benak saya, terlebih setelah kedatangannya. Tapi, ada hal-hal yang terkadang tak mampu kita tawar dengan waktu. Dan saya sangat percaya bahwa Allah selalu mengetahui waktu yang tepat untuk membuat segala sesuatu menjadi indah.

Menyegerakannya bukan berarti tergesa, kan? Pernikahan itu perlu dipikirkan matang-matang terkait kesiapan fisik dan mental para pelakunya. Tidak hanya itu, kesiapan dalam hal ekonomi dan sosial juga perlu diperhatikan. Saya teramat mengerti, posisi saya saat ini seperti sebutir telur di ujung tanduk seekor kerbau. Bila tak bersikap hati-hati saya akan terjatuh dan bahkan hancur. Tetapi saya tidak ingin demikian akhirnya.

Saya pun merasa ada ribuan kilometer jarak antara saya dengan-Nya. Saya mengakuinya, itu semata-mata buah dari kelalaian dan kemaksiatan yang saya lakukan. Tetaplah menyebut nama saya dalam doa-doa yang kalian layangkan pada-Nya, agar saya dapat khusnul khotimah dalam melalui masa-masa sulit ini.


To: Afif and Hima. Terima kasih nasihatnya. 

Selasa, 03 Juni 2014

Esensimu

Saya baru mengerti, jika kamu mencoba membuat saya jatuh cinta pada kekurangan-kekuranganmu. Dan saya baru mengerti, jika sayalah yang selama ini belum memahami pesan yang kamu sampaikan. Ternyata kamu lebih mementingkan isi sebutir kacang daripada sekedar memandangi kulitnya dari luar. Ternyata kamu telah masuk lebih dulu ke dalam air sebelum menilai seberapakah kedalamannya. Keluarbiasaanmu kamu bungkus rapi dalam kotak usang yang sama sekali tidak menarik untuk dilirik. Padahal di sana tersimpan harta karun yang begitu berharga. Harta karun itu adalah dirimu.

Maafkan saya yang sampai saat ini belum mampu membaca tanda yang kamu isyaratkan. Itu tidak lebih karena keterbatasan sosok manusiawi saya. Semoga kamu lekas dipertemukan dengan matahari yang kelak akan menerangi hari-harimu. Yang membuatmu lebih cerah dan bersemangat setiap hari. Yang tentunya lebih elok, dan lebih segala-galanya. Amien... taqaballah...


Teruntuk seorang ustadz di seberang sana

Jumat, 30 Mei 2014

Kenangan


Namamu adalah kenangan
Luka-luka karenamu
memang telah sembuh dan mengering 
Tapi bekasnya masih begitu kentara
Ah, kenangan...
Pergilah...
dan jangan datang lagi


Dua Ketaksempurnaan


Sering kamu mengatakan bahwa kamu tak sempurna. 
Saya pun tak sempurna, andai kamu tahu...
Tapi percayalah...
bahwa kesempurnaan itu gabungan dari dua ketaksempurnaan
yang saling mingisi
dan melengkapi

30052014