Jumat, 31 Agustus 2012

Masihkah?

 
Ketika waktu telah berkata demikian menyakitkan,
hingga detakannya mematikan hati
Aku masih merutuki diri
yang terlampau jauh menitipkan segala yang kumiliki
Betapa cinta adalah sebuah pembodohan bagi logika
Seharusnya tidak terus berjalan
ketika angin mengisyaratkan untuk diam
Seharusnya berhenti menyalakan pemantik
jika tidak ingin terbakar seperti ini
Tapi entah,
aku masih terus berjalan
hingga tak tahu arah destinasi
Hingga tersesat di kedalaman ini

Sedikit pun,
aku tiada pernah ingin menyiratkan kata sesal.
Mencintaimu adalah proses bodoh yang amat kunikmati deritanya.
Rela mencicip detil rasa sakit yang lebih sering tersaji di meja hati.

Kamu...
Sosok yang kuanggap sempurna di sepanjang perjalanan ini,
Adakah seseorang lain yang sama sepertimu?

30 Agustus 2012 22:38 wib
Semoga  kamu selalu bahagia di sana

Selasa, 28 Agustus 2012

Keraguan


Sebuah perdebatan kecil dalam forum kecil namun berdampak amat besar.

H: Aku mulai bimbang dengan langkah-langkahku..
A: Mengapa? Bukankah itu adalah hal yang kamu mau?
H: Entahlah.. aku merasa sendiri di jalanku ini.
A: Lalu?
H: Sepi..
A: Lupakan saja. Kamu harus segera berjuang.
H: Jika sendiri begini apa aku bisa?
A: Hei, kemana imanmu? Tuhan tidak pernah pergi, kawan... Dia selalu menyertai setiap detik kemanapun kamu pergi. Dan itu artinya kamu tidak pernah sendiri.
H: Hmm..kamu benar.
A: Bersemangatlah..!

Sakit


Sedih. Bilamana membayangkan pasi rautmu yang tergolek lemah di pembaringan. Berminyak, tak bergairah. Sama kusutnya dengan seprai dibawah tubuh kurusmu itu. Obat bulat lonjong pipih bertudung kapsul sedang menunggui waktu untuk menurunkan derajat tubuhmu. 

Tiba-tiba saja duniamu berubah menjadi kotak berukuran 4x3m. Lengkap dengan meja kecil dan jam dinding yang amat terasa detakannya. Matahari pun turut bergulir lamban. Pagi enggan berganti siang. Siang malas bertemu malam. Satu hari pun serasa lebih dari 24 jam. Bosan, yang mungkin kau rasakan.

Di saat seperti ini kau akan melihat Ayah yang rajin menemui apoteker di seberang jalan sana. Ibu yang sibuk memasak bubur di dapur. Dan kakak yang memeras-merasi handuk lalu meletakkannya di dahi hangatmu. Mengingatkanmu bahwa sudah saatnya minum obat. Sungguh, bagi mereka tidak ada yang lebih membahagiakan selain melihatmu pulih kembali. 

Tetaplah bersabar atas sakit ini. Ada dosa yang akan terlebur bilamana kau tidak meratap dan mengeluh. Bersyukurlah... Bahwasanya ada sakit yang lebih menyeri di luar sana. Yang mungkin tidak tersembuhkan atau terlambat untuk disembuhkan.

Jika saja spasi tak terlampau jauh seperti ini, aku ingin sekali menemanimu. Merasakan separuh sakit di setiap senti kulit dan hatimu. Tapi sekali lagi aku tidak mampu. Hanya pesan yang dapat kutitip pada udara, sekedar mengetahui bahwa kau tengah berjuang di sana. Bersabar dan bersyukur..

21 Agustus 2012 21:47 wib

Untuk Ayah


Sekali ini Ayah, kau terlihat begitu berat melepasku pergi. Berurbanisasi mencari setitik ilmu di kerasnya kehidupan. Aku sangat tahu, Ayah, itu bukan hal yang murah. Aku pun tidak akan mampu mengembalikan pundi-pundi keringat yang telah kau ikhlaskan untukku. Terlampau banyak...

Tapi tenanglah Ayah...segalanya akan kuganti dengan cerita prestasi dan suksesku. Percayalah padaku, pada garis yang tengah kupilih sendirian ini. Sebab hanya percayamu yang kubutuhkan. Agar mantap langkahku. Supaya yakin hatiku.

Ayah, mohon dengar bisik lirihku. Bahwasanya tidak ada yang sia-sia jika kita berkorban untuk ilmu. Setiap hurufnya akan membentuk paragraf indah di akhirat kelak. Ia akan mengangkat derajat seseorang lebih tinggi daripada yang tidak memilikinya. Maka dari itu, jangan selipkan ragu padanya. Sesungguhnya Sang Pemilik Ilmu tengah menyiapkan nasib manis di depan sana.

9 Agustus 2012
Terima kasih, Ayah.. Telah mengantarku hingga ke titik ini.