Sabtu, 17 Januari 2015

The Day


Membayangkan betapa sakralnya hari itu, saya tak ingin melewatinya dengan bahagia yang setengah-setengah. Saya ingin debaran itu terus terasa meski ijab itu telah lama diucapkan. Karena itu, bersabarlah...

17 Januri 2015
14:50 wib
kamar kos

Senin, 12 Januari 2015

Would You be


Lagi-lagi terima kasih, 
untuk setiap cinta tak berbatas yang kau hadirkan. 

Ketika tiba saatnya nanti atau sampai kapan pun itu, kita tidak akan pernah saling memiliki. Kamu bukan milikku, dan begitu pula aku bukan milikmu. Kita hanya berpartner dengan meminjam satu irodah-Nya. Pertemuan ini dan sampai berpisah kelak, juga karena kehendak-Nya. Semoga rentang waktu antara pertemuan dan perpisahan itu dapat kita hidupkan dengan mensyukuri berjuta nikmat yang Ia berikan. 

12012014 21:42
masih sama tesis

Jumat, 09 Januari 2015

A Gift


Kamu akan jadi kado tersendiri ketika saya mampu memenangkan peperangan ini. Sebuah penghargaan kepada diri sendiri karena telah mampu melampaui satu target. Saya sudah berjanji, saya akan memberikannya untuk diri saya yang rindu padamu sejak bertahun-tahun lalu. Menjadikanmu teman dari jiwa saya yang mencari arti sebuah kebebasan. 

Teman, tunggu saya datang...

9 Januari 2014
surabaya

Marry You


Pada saatnya nanti, saya akan menikah denganmu. Tepat setelah saya dinyatakan memenangkan perang tugas akhir studi saya. Itu janji saya padamu, juga pada seluruh dunia yang menantikan saya.

Ketika hari itu tiba, saya tidak bisa memprediksi bagaimana perasaan saya nanti. Apakah sudah terjatuh padamu, ataukah masih begini? Saya tidak pernah tahu. Saya hanya akan membiarkannya merasakan apa yang seharusnya terasa. Saya tidak akan memaksakannya terjatuh jika memang ia masih ingin berada ditempatnya semula. Pun, saya tidak akan menahan jatuhya jika memang ia tidak lagi bisa bertahan.

Jika hari itu tiba, dan saya pun telah merasakan apa yang kamu rasa, maka kita akan menjadi dua orang paling bahagia di dunia. Namun, jika saya belum merasakannya, kamu tidak perlu khawatir saya tidak bahagia. Saya akan mencintai keshalihanmu saja. Itu sudah lebih dari cukup untuk membuat diri saya bahagia.

09012014 21:24 WIB
terima kasih untuk setiap mili cinta yang kamu hadirkan, 
saya belum mampu membalasnya

Rabu, 07 Januari 2015

Equilibrium

Tak banyak yang saya ketahui tentang hidup. Dua puluh empat tahun menapaki hari-harinya tidak membuat saya serta merta menjadi orang bijak yang paham lebih banyak. Banyak ironi yang terkadang semakin membuat saya tidak mengerti. Harapan yang dihancurkan, pengorbanan yang dipaksakan, sedih yang berlarut-larut. Saya tidak mengerti mengapa hidup memilih seseorang untuk merasakan bahagia sedangkan seseorang lainnya merasa sedih. Mengapa keduanya tidak sama-sama bahagia saja? bukankah dunia nantinya akan menjadi lebih indah?

Pertanyaan-pertanyaan itu berputar-putar di kepala saya. Sampai pada akhirnya saya bersepakat dengan teori equilibrium yang menyatakan bahwasanya kedua sisi plus minus itu 'harus ada'. Semacam gula yang akan terasa membosankan jika tidak dicampur dengan bubuk kopi. 

Keseimbangan adalah sebuah keniscayaan. Baik dan buruk, keduanya hidup harmonis dalam satu kehidupan bernama manusia. Disadari atau tidak, kedua sisi yang saling bertolak belakang itu hidup dan saling menyeimbangkan. Tak ada orang baik yang tidak pernah berbuat buruk. Begitupula tak ada orang buruk yang tidak pernah berbuat baik. Mereka berganti-ganti menjadi motor dari tingkah laku manusia. Hanya saja, untuk menentukan diri ini baik atau buruk, lihat saja mayoritas motor penggerak tindakanmu. Dan kamu akan mendapatkan salah satu labelnya.

07012015 1:19 wib

Senin, 05 Januari 2015

Little Sista


Saya masih mengingatnya, 19 tahun yang lalu, ketika kamu baru saja dinyatakan terlahir sebagai manusia. Tahukah? saya senang bukan main. Melompat ke sana ke mari, mngatakan pada orang-orang di sekitar saya bahwa saya memiliki seorang adik. Ya, adik. Dan itu, kamu...

Sejak hari itu saya mulai belajar untuk berbagi. Di usia saya yang belum genap lima tahun itu saya mulai belajar untuk tidak bergantung pada ibu. Tidur sudah tidak lagi ditemani. Ketika akan berangkat ke Taman Kanak-kanak pun saya menyisir rambut dan memakai pakaian sendiri. Sampai suatu ketika saya merasa rindu pada ibu yang ketika itu sudah lebih sering bersamamu. Malam itu saya tidak bisa tidur dan terus menerus menangis. Paginya, saya melihat wajah tenang ibu dihadapan saya, dan kamu tidur bersama ayah.

Saya juga masih ingat, waktu itu kita habis bermain di halaman rumah nenek. Pulangnya saya mencoba menggendongmu sampai ke rumah. Bodohnya, saya tidak mempertimbangkan akibat yang terjadi akan ketidakseimbangan kita. Saya kurus, dan kamu begitu gendut. Di langkah yang hanya berjarak 2 meter dari pagar rumah, keseimbangan saya goyah dan kita berdua pun terjatuh. Waktu itu banyak pasir di mulut saya. Ckckck... Saya pernah memukul anak yang mengejekmu. Menangis ketika lengan kirimu patah. Bermain rumah-rumahan, tikus-tikusan, dan bersepeda bersamamu. Ah..betapa.

Masa-masa selanjutnya tidak cukup menyenangkan, saya sering bertengkar denganmu, mencubit, mengataimu 'bodoh', dan sebagainya. Selanjutnya, bahkan sampai hari ini kita seperti orang asing. Saya tidak terbuka padamu, kamu pun juga demikian. Saya lebih nyaman bercerita kepada teman-teman saya dari pada denganmu. Kamu pun sepertinya juga demikian.

Kita dibesarkan dengan cara yang berbeda. Saya dididik dengan cara diktator, sedang kamu tidak. Saya sering dimarahi karena tidak disiplin belajar, sedang kamu tidak. Saya pernah dihukum karena peringkat saya turun, sedang kamu tidak. Ketika itu saya merasa bahwa ayah ibu lebih menyayangimu dari pada saya. Namun, selanjutnya saya mulai memahami bahwa kita memang berbeda, karena itulah ayah dan ibu juga memperlakukan kita dengan cara yang tak sama.

Saya 19 tahun dan kamu 14 tahun. Kita mulai jarang bertemu semenjak saya memutuskan untuk belajar di kota lain. Betapa banyak harta karun yang saya temukan di sana. Kisah-kisah persahabatan yang semakin membuat saya lupa padamu, saudara saya sendiri. Saya jarang menanyakan kabarmu, bahkan untuk sekedar mengirimimu pesan basa-basi. Saya terlalu sibuk dengan diri sendiri. Ketika saya pulang ke rumah pun, kamu menjadi makhluk tercuek dengan kehadiran saya yang dianggap istimewa oleh ayah dan ibu. Saya menyadarinya, sekat di antara kita terlalu tebal.