Jumat, 06 Juni 2014

Tidak Perlu Tergesa, kok...



Menikah...
Memikirkannya saja membuat saya serasa berada di balik sebuah pintu besar, yang ketika diputar kenop pintunya saya akan menemukan dunia baru. Sebuah dunia dimana genggam tangan ayah nantinya akan tergantikan dengan orang lain. Seseorang yang mungkin baru saja saya kenal. Seseorang yang sama sekali tak memiliki hubungan darah dengan saya, tetapi begitu rela berkorban untuk saya.

Keinginan untuk menapaki setapak jalan baru itu memang telah terkonstruksi dalam benak saya, terlebih setelah kedatangannya. Tapi, ada hal-hal yang terkadang tak mampu kita tawar dengan waktu. Dan saya sangat percaya bahwa Allah selalu mengetahui waktu yang tepat untuk membuat segala sesuatu menjadi indah.

Menyegerakannya bukan berarti tergesa, kan? Pernikahan itu perlu dipikirkan matang-matang terkait kesiapan fisik dan mental para pelakunya. Tidak hanya itu, kesiapan dalam hal ekonomi dan sosial juga perlu diperhatikan. Saya teramat mengerti, posisi saya saat ini seperti sebutir telur di ujung tanduk seekor kerbau. Bila tak bersikap hati-hati saya akan terjatuh dan bahkan hancur. Tetapi saya tidak ingin demikian akhirnya.

Saya pun merasa ada ribuan kilometer jarak antara saya dengan-Nya. Saya mengakuinya, itu semata-mata buah dari kelalaian dan kemaksiatan yang saya lakukan. Tetaplah menyebut nama saya dalam doa-doa yang kalian layangkan pada-Nya, agar saya dapat khusnul khotimah dalam melalui masa-masa sulit ini.


To: Afif and Hima. Terima kasih nasihatnya. 

Selasa, 03 Juni 2014

Esensimu

Saya baru mengerti, jika kamu mencoba membuat saya jatuh cinta pada kekurangan-kekuranganmu. Dan saya baru mengerti, jika sayalah yang selama ini belum memahami pesan yang kamu sampaikan. Ternyata kamu lebih mementingkan isi sebutir kacang daripada sekedar memandangi kulitnya dari luar. Ternyata kamu telah masuk lebih dulu ke dalam air sebelum menilai seberapakah kedalamannya. Keluarbiasaanmu kamu bungkus rapi dalam kotak usang yang sama sekali tidak menarik untuk dilirik. Padahal di sana tersimpan harta karun yang begitu berharga. Harta karun itu adalah dirimu.

Maafkan saya yang sampai saat ini belum mampu membaca tanda yang kamu isyaratkan. Itu tidak lebih karena keterbatasan sosok manusiawi saya. Semoga kamu lekas dipertemukan dengan matahari yang kelak akan menerangi hari-harimu. Yang membuatmu lebih cerah dan bersemangat setiap hari. Yang tentunya lebih elok, dan lebih segala-galanya. Amien... taqaballah...


Teruntuk seorang ustadz di seberang sana