Menikah...
Memikirkannya saja membuat saya serasa berada di balik
sebuah pintu besar, yang ketika diputar kenop pintunya saya akan menemukan
dunia baru. Sebuah dunia dimana genggam tangan ayah nantinya akan tergantikan
dengan orang lain. Seseorang yang mungkin baru saja saya kenal. Seseorang yang
sama sekali tak memiliki hubungan darah dengan saya, tetapi begitu rela
berkorban untuk saya.
Keinginan untuk menapaki setapak jalan baru itu
memang telah terkonstruksi dalam benak saya, terlebih setelah kedatangannya. Tapi,
ada hal-hal yang terkadang tak mampu kita tawar dengan waktu. Dan saya sangat
percaya bahwa Allah selalu mengetahui waktu yang tepat untuk membuat segala sesuatu
menjadi indah.
Menyegerakannya bukan berarti tergesa, kan? Pernikahan
itu perlu dipikirkan matang-matang terkait kesiapan fisik dan mental para
pelakunya. Tidak hanya itu, kesiapan dalam hal ekonomi dan sosial juga perlu
diperhatikan. Saya teramat mengerti, posisi saya saat ini seperti sebutir telur
di ujung tanduk seekor kerbau. Bila tak bersikap hati-hati saya akan terjatuh
dan bahkan hancur. Tetapi saya tidak ingin demikian akhirnya.
Saya pun merasa ada ribuan kilometer jarak antara saya dengan-Nya. Saya mengakuinya, itu semata-mata buah dari kelalaian dan kemaksiatan yang saya lakukan. Tetaplah menyebut nama saya dalam doa-doa yang kalian layangkan pada-Nya, agar saya dapat khusnul khotimah dalam melalui masa-masa sulit ini.
Saya pun merasa ada ribuan kilometer jarak antara saya dengan-Nya. Saya mengakuinya, itu semata-mata buah dari kelalaian dan kemaksiatan yang saya lakukan. Tetaplah menyebut nama saya dalam doa-doa yang kalian layangkan pada-Nya, agar saya dapat khusnul khotimah dalam melalui masa-masa sulit ini.
To: Afif and Hima. Terima kasih nasihatnya.