Beberapa hari yang lalu adalah waktu yang sengaja saya sediakan untuk
menengok masa lalu. Bertemu dengan orang-orang yang telah membuat hidup saya menjadi
seluar biasa ini. Bahagia sekali.. Rasanya seperti berjalan-jalan dalam sebuah
kenangan. Melakukan hal-hal yang saya rindukan sejak perpisahan di beberapa
waktu lalu. Shalat di masjid, khatm al Quran, memasak, makan bersama, mendekor,
mendokumentasi, bahkan rapat pun saya ikuti (tidak sengaja, sih) hihihi.. Entahlah,
di jarak sejauh ini pun saya masih merasa bagian dari mereka.
Empat tahun saya hidup di sana. Menjalani hari-hari yang berbeda dari keseharian
saya sebelumnya. Menukar waktu dan tenaga saya untuk sebuah pengabdian. Kadang
lelah dan menjenuhkan memang. Tetapi semuanya terbayar dengan pengalaman-pengalaman
yang mendewasakan. Yang menempa diri saya untuk menjadi lebih kuat dalam menghadapi
hari-hari berat.
Mengenalmu, pernahkan kusangka sebelumnya? Jika bukan karena
goresan takdir dari-Nya mungkin kamu tetap orang asing bagiku. Melalui beberapa
waktu kemarin bersamamu menjadi sebuah catatan baru dalam buku kehidupan yang
kupunya. Darimu aku mampu menakar diri, bahwa aku belum bisa sebaik dirimu. Manusia
super yang mengajariku banyak hal sepele yang sering kali kulewatkan.
Mengenal manusia dengan nama dan bulan kelahiran yang tidak
berbeda, pernahkah kusangka sebelumnya? Berjuta kebetulan di dunia ini ternyata
juga menyentuh kita. Tahukah? aku masih menyimpan setiap senyum kita kemarin. Yang
akan kutengok ketika rindu itu datang.
Hari ini, bagaimana kabarmu? Semoga hari ke-28 ini tidak
berlalu begitu saja tanpa hal yang membahagiakan bagimu. Hari istimewa yang
selalu kamu tunggu di setiap tahun. Aku tidak mampu memberikanmu apa-apa. Hanya
doa kecil yang mampu kukadokan, semoga kamu tetap baik dan selalu baik-baik
saja dengan segala kebaikan diri yang kamu miliki.
Kamu seringkali menanyakan padaku tentang hadiah apa yang paling
kuinginkan ketika berulang tahun nanti. Jujur saja, aku tidak tahu. Sebab sudah
banyak kado yang kuterima darimu. Keberadaanmu untuk selalu mendengarkanku
adalah salah satu makna terbesar dalam hidup. Menyediakan seluruh panca
inderamu di waktu-waktu yang melelahkanku. Terlebih doa-doa yang tulus kau
panjatkan pada Sang Maha Kuasa, itu sudah lebih dari segalanya. Dan sepertinya
aku tidak ingin apa-apa lagi darimu.
Terima kasih karena bersedia berteman denganku hingga sedalam ini. Untukmu,
semoga kamu tetap dan selalu baik-baik saja. Menghadapi dunia dengan hati sekuat
baja. Semoga kamu dipertemukan dengan teman-teman yang baik, yang membuatmu
nyaman ketika berada di samping mereka. Agar di mana pun berada kamu tidak
merasa sendiri.
Semenjak hari itu, sebenarnya saya sudah menggenggam sebuah kebebasan.
Ya, hari di mana saya bersikukuh dengan mimpi-mimpi idealis di ruang cita. Menawar
keputusan Ayah dengan paradigma-paradigma saya yang sepertinya terlampau jauh
untuk digapai. Tetapi entah, keyakinan apa yang merasuki saya ketika itu. Saya nekat
mengambil keputusan dengan nyeri di hati. Tentang langkah yang tidaklah mudah.
Saya harus terjatuh dan menangis berulangkali. Meyakinkan bahwa segalanya akan
baik-baik saja jika saya percaya.
“Riya boleh jadi apa saja dan bekerja di mana saja. Riya bebas
menentukannya,” ujar Ayah di sambungan telepon pagi itu. Saya menangis
mendengarnya. Merasakan bahwa independensi itu kini benar-benar berada dalam
genggaman saya. Mungkin karena langkah yang terlampau berani ini. Atau mungkin
karena keras kepala yang tiba-tiba saya miliki. Seketika itu saya berjanji pada
hati, untuk membawa kebebasan ini pada akhirnya nanti. Sebab segala keputusan
memiliki konsekuensi.
Tidak banyak yang berubah dari diri saya. Hanya berat badan yang sedikit
bertambah menjadi 53 kg dan tinggi yang naik menjadi 162 cm. Wajah saya masih
imut dan pipi saya masih tembem. Saya masih suka nasi goreng dan es krim. Masih
suka tempe, roti dan susu. Masih suka curhat di facebook dan blog. Masih suka
muter-muter di toko buku. Masih suka berlama-lama berdua dengan sahabat saya
yang paling setia, Tochi. Masih suka otak-atik Corel Draw dan Photoshop. Juga
masih suka basket dan memotret. Saya juga masih sering menangis, terutama jika
berhadapan dengan hal-hal yang mengharukan atau menyedihkan. Saya tidak
cengeng, kok.. Hanya memiliki hati yang mudah tersentuh, itu saja.
Beberapa menit lagi hari ke-18 di bulan September, dan itu adalah perayaan
ke-22 bagi hari jadi saya. Saya selalu mengistemewakan hari itu dengan membuat
catatan seperti ini. Catatan muhasabah. Tentang hari-hari yang telah terlalui.
Tentang waktu-waktu yang telah saya pinjam dari-Nya hingga detik ini. Terlampau
banyak yang saya siakan di masa lalu. Penyesalan akan ketidakberanian,
keputusasaan, keterlenaan dan kebodohan. Menjadi dosa-dosa yang menggunung
seiring waktu melaju bersama detakannya. Terlalu banyak meminta tetapi enggan
memberi. Menagih cinta tanpa kerelaan berkorban. Menengadahkan tangan penuh
harap di setiap munajat, tapi lupa untuk bersyukur.
Saya seringkali meminta pada-Mu, Tuhan.. Meminta kemudahan,
keselamatan, kelulusan, kesehatan, rizki, kekuatan hati, kelapangan. Saya
seringkali mengadu pada-Mu. Tentang lelah pada dunia, kekecewaan, kecemburuan, kemarahan,
dan kehilangan. Lalu dengan segala kemurahan hati, Engkau menerangi sebuah jalan
untuk saya lalui. Tetapi kadangkala saya lupa bersyukur atas semua itu. Saya
lupa bahwa di setiap bahagia yang saya rasakan, ada tangan kokoh-Mu yang
menggerakkan segalanya. Di sana lah saya mulai terlena dengan semua sifat
manusia saya. Maaf, Tuhan.. Karena terkadang saya kehilangan kompas dan berubah
haluan. Berjalan terlalu jauh dari koridor yang Engkau tentukan. Maaf, Tuhan..
Karena waktu yang kupinjam dari-Mu terlalu banyak kusia-siakan. Maaf, Tuhan.. Karena
hingga saat ini pun saya masih sering mencintai makhluk yang Kau ciptakan,
hingga kadang lupa bagaimana cara mencintai-Mu.
Maaf, Tuhan.. Karena tidak banyak yang berubah dari diri saya..
Aku tidak tahu bagaimana bentuk hatiku saat ini. Seperti buih di lautan, ia
terombang-ambing oleh gulungan ombak. Pasang, lalu surut kembali. Tidak ada
kestabilan dan keseimbangan. Meski hatiku masih tertinggal di tepi pantai, tetapi
kapal yang kutumpangi sudah terlanjur berlayar. Membawaku pada pulau
berikutnya. Bekal yang kukantongi sangat banyak, hingga merepotkan ayah dan ibu
ketika mengemasnya. Sejujurnya, aku tidak tega. Lambaian tangan mereka di
dermaga cukup membuat hujan di hatiku menderas.
Tuhan...betapa aku belum mampu memberikan sesuatu pada mereka. Justru
merekalah yang tanpa jeda mengorbankan dirinya untukku. Jagalah mereka duhai
Tuhan..sebagaimana mereka menjagaku hingga sampai pada titik ini.
Ibu..ingin sekali kukatakan bahwa aku tidak ingin pergi. Aku ingin
meringankan beban dalam hari-harimu. Melihatmu tersenyum setiap pagi adalah
kelegaan tersendiri bagi hatiku. Meski tidak jarang kemarahan itu kau tujukan
pada setiap kebodohan yang kulakukan.
Ayah..ingin sekali kukatakan bahwa aku tidak ingin pergi. Ketika tahu bahwa
beban di punggungmu ternyata akan seberat ini. Memikir ulang tentang segala
keputusan mahal ini. Ada gumpalan yang menyesak ketika aku tidak bisa memberikan
apa yang engkau harapkan. Maafkan ya, Yah.. Aku pasti kembali setelah ini. Sangat
bersedia melakukan apapun yang engkau pinta.
Kapalku sudah berlayar hampir ke tengah. Nahkoda mengatakan bahwa akan ada badai
di depan sana. Semoga itu doa-doamu, duhai Ibu, Ayah..yang masih dan selalu
tersimpan dalam genggaman. Menguatkan langkah-langkahku di sepanjang perjalanan
ini.
Satu
pelajaran yang saya dapat hari ini. Sesuatu yang telah mengobati
setiap luka-luka hati kemarin, yang sempat saya adukan pada Izzaty.
Tidak menyangka bahwa Ia menjawab segalanya secepat ini. Menitipkan
hikmah-Nya di balik lisan seorang teman. Bahwa ternyata saya terlalu
jauh dari makna hidup yang Dia berikan. Nyaris melabuhkan segalanya
pada cahaya yang menyilaukan. Padahal itu tak abadi. Padahal itu tak
sejati.
Saya
berjalan terlampau jauh di sahara gersang yang saya cipta sendiri.
Kemudian merindukan oase yang tak kunjung terlihat. Saya hampir
kehilangan asa ketika itu. Tetapi ternyata utusan-Nya datang membawa
segelas air segar untuk saya. Menghapus dahaga sekaligus mendinginkan
hati saya. Semuanya sungguh di luar duga dan nalar saya.
Sekarang
saya sudah baik-baik saja. Sangat baik malah. Terima kasih Allah,
mengijabah doa-doa saya. Saya paham, dia adalah kepanjangan dari
Tangan Kuasa-Mu.