Ruang TU
Di sela sibuknya siang ini
Seberapa istimewa aku bagimu, saudariku?
Pertanyaan itu sering menggelayut di pikirku. Mendesakku untuk mencari jawabnya sesegera mungkin. Lalu, tak lama berselang, kutepis kembali. Untuk apa? Bukankah seharusnya tidak berharap lebih? Apakah menuntut rasa sayang itu terbalas? Jika ternyata, pada akhirnya aku mengetahui bahwa hanya diriku yang berada di ruang ini, sendiri, juga tak mengapa... Akan ku habiskan perasaan ini hingga mati rasa. Setelah segalanya tak bersisa, mungkin aku bisa pergi meninggalkan segalanya.
Lagi-lagi terima kasih, kak... Menyediakan ruang untukku. Mencuri waktu di sela-sela siangmu yang begitu sibuk. Kau lelah, bukan? Aku bisa membacanya dari raut wajahmu. Tetapi kau begitu rela hadir di tempat ini, menemuiku. Seberharga itukah nilaiku di hatimu?
Kak, tahukah? 3600 detik hadirmu di ruang ini adalah hal yang teramat istimewa bagiku. Melihatmu tersenyum padaku, seakan meluruhkan duka yang mendekapku beberapa jam lalu. Sejujurnya aku sangat ingin menangis, kak... menangis karena terharu. Menyukuri satu kasih sayang-Nya yang Dia titipkan melalui dirimu. Kamu yang sama sekali tidak memiliki hubungan darah denganku, tetapi bersedia menggenggam tanganku dalam dinginnya hujan yang datang kemarin. Semua ini tak luput dari qudrah-Nya, bukan?
Kak, tahukah? Kesendirianku di tempat ini bukanlah tanpa alasan. Sejatinya, aku sudah lelah mengetuk pintu hati yang sedari awal memang tidak terlalu peduli. Mereka hanya datang ketika membutuhkanku, namun berbalik badan ketika aku membutuhkan mereka. Dulu, aku marah dan tidak bisa begitu saja menerima, karena mereka tak memperlakukan aku sebagaimana aku memperlakukan mereka. Kecewa dan sakit hati pastinya.
Tetapi, lambat laun aku mulai menyadari, untuk apa aku terus menerus mengetuk pintu hati yang tidak mau membukakannya untukku? Dan ternyata selama ini aku memang salah. Seharusnya aku tak berharap pada manusia yang jelas-jelas akan membuat kecewa.
Aku berhenti berharap pada manusia, dan menyandarkan segala harapku pada-Nya semata. Lalu banyak keajaiban terjadi. Salah satunya adalah hadirmu, kak... Terima kasih banyak...
Semoga Allah memberkahimu...
Hujan pekat malam itu telah berlalu. Mengembalikan lekuk manis senyummu yang sempat dibawa pergi oleh waktu. Ah, adakah yang lebih melegakan dari semua ini, cinta?
Sebagaimana janjiku, kamu berhak menagih. Dari setiap perih yang membuatmu tertatih. Aku lebih dari sekedar siap untuk mengganti segalanya. Untukmu, yang aku cinta.
Ada satu saat. Ketika waktu tak sempat melayangkan memori tentangku di benakmu. Sebeharga apapun aku bagimu saat ini. Sebesar apapun nilaiku di hatimu hari ini. Sehingga terkadang engkau merelakanku mengisi penuh ruang di hatimu.
Ketika saat itu tiba. Sekalipun aku tak akan percaya. Kau kelak akan menghentikan waktu, sekedar meletakkanku di sebelah sana. Di sudut paling luar dari ruang ingatanmu, melupakanku...
Tak apa-tak mengapa. Aku masih mencintaimu. Meskipun seandainya aku memberimu cinta yang terlalu dalam. Sehingga aku tak mampu lagi naik ke permukaan dan menghapus segalanya. Aku takkan menyesal.
Repost
tulisanmu
Meskipun aku tidak sulit mencari teman, tetapi aku bukanlah orang yang mudah mempercayai orang lain. Aku selalu memilah dan memilih tipe orang yang bisa kujadikan tempat untuk menyimpan rasa. Karena itulah, aku tidak banyak memiliki sahabat.