Selasa, 17 Januari 2012

Belajar dari Sejarah



Bangun dari lelap lebih awal. Mencari peluang di tengah sibuknya kamar mandi. Hm, aku harus berangkat ke sekolah pagi ini. Menjalani hari sebagai seorang guru praktikan. Kusambar jas alamamater yang tergantung, kutenteng Tochi untuk tetap menemaniku sepanjang hari ini.

Setelah acara penyerahan kepada pihak madrasah beberapa hari lalu, aku bersama 17 orang temanku resmi menggantikan jam mengajar para guru pamong untuk dua bulan ke depan. Quran Hadis, Akidah Akhlak, SKI, Fiqh, itu empat ranah yang kami ampu. Sempat memilih, tapi akhirnya dengan sedikit keterpaksaan, aku ditakdirkan untuk mengajar mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI).


Waw, agak shock. Kenapa? Dari dulu tidak pernah menyukai bidang ini. Sangat malas untuk membaca dan menghafal satu persatu nama tokoh, tahun, kapan kelahiran dan meninggalnya, kejayaan dan kemundurannya. Huft, sulit. Tetapi  saat ini aku harus melempar jauh-jauh mindset-ku itu. Memaksa diri untuk menyukainya. Memaksa...

Salah seorang kawan sempat berkata,
“Membaca sejarah itu seperti Ria membaca cerita kemudian mendongengkannya pada anak-anak. Ada banyak kejadian menakjubkan di masa lalu, kalo Ria mengamati, Ria pasti bangga menjadi seorang muslim...”

Perkataan itu membuat neuron-neuron di otakku mengirim sinyal, tanda berpikir. Ditambah lagi setelah browsing web, kesasar, menemukan kata bijak seperti ini:
Ketahuilah, bahwa yang terpenting bukan hanya bagaimana belajar sejarah, melainkan bagaimana belajar dari sejarah"

Jika belajar sejarah, mungkin seseorang hanya menghafalkan historis sebuah peristiwa. Namun, jika belajar dari sejarah, seseorang akan memperoleh hikmah darinya. Meresapi kearifannya, kemudian menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.  Ingat slogan Soekarno, Presiden pertama Republik ini? Ia menegaskan: Jasmerah (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah) sebab kata Cicero, Historia Vitae Magistra, sejarah adalah guru kehidupan.



Jombang, 11-01-2012 9:20 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar